BAB IPENDAHULUAN
- Latar Belakang
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Dalam kej 1 : 27, dikatakan demikian : “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Konsep yang sama diajarkan Paulus dalam kolese 3 : 10 dan yakobus 3 : 9 dalam perjanjian baru Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Dalam kej 1 : 27, dikatakan demikian : “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Konsep yang sama diajarkan Paulus dalam kolese 3 : 10 dan yakobus 3 : 9 dalam perjanjian baru. Allah menciptakan manusia dengan jenis kelamin yang berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan, agar mereka dapat saling melengkapi dan melayani. Mereka diciptakan dengan jiwa, pribadi dan pikiran (rohani, emosi, hubungan sosial dan moral). Pada saat yang sama pula Tuhan menciptakan mereka dengan tubuh daging yang bersifat fisik (kemampuan reproduksi, seksual). Tetapi, banyak orang yang sebenarnya tidak tahu atau tahu sedikit tentang kekristenan mengatakan bahwa kekristenan selalu memandang seks sebagai sesuatu yang jahat. Dan banyak orang Kristen yang kurang memahami iman Kristen menerima pandangan tersebut sebagai kebenaran. Masalah Dunia malam sering dipandang sebagai dunia yang penuh gemerlap dan didalamnya terungkap berbagai kasus, sebut saja Narkoba, Minuman keras, seks bebas, kekerasan sampai pada kasus pelacuran. Dan untuk kasus yang terakhir yaitu pelacuran maka jelas ada beberapa alasan sampai banyak sekali wanita akhirnya memilih manjadi pelacur mulai dari sekedar mencari kepuasan seks dan kelebihan dalam materi, karena paksaan pihak lain, tuntutan ekonomi, keadaan yang dihadapi saat itu sampai pada pengaruh dalam lingkungan.
- Identifikasi Masalah
Pelacur tidak asing lagi bagi kita, sebab pelacuran itu merupakan suatu masalah yang terus menghadapi kontroversi dari waktu ke waktu, ada yang setuju tapi ada pula yang menolak dengan tegas. Ini memang adalah hal yang wajar dalam sebuah kasus karena pro dan kontra adalah bagian yang tidak dapat hilang dalam setiap hal. Namun jelas saja bahwa pelacuran apapun bentuknya pasti akan membawa dampak bagi kehidupan pelaku prostitusi atau wanita pelacur. Pelacuran jelas membawa akibat dalam diri pelaku pelacuran maupun masyarakat, selain dilihat sebagai wanita murahan, dalam Alkitab sendiri wanita pelacur atau perempuan sundal beberapa kali disebutkan, wanita pelacur sering dianggap aib dalam lingkungan tapi jelas saja bagi para lelaki yang mencari mereka wanita pelacur dianggap sebagai sebuah kebutuhan.BAB IILANDASAN MATERI
- Siapakah Pelacur Itu?
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual dengan uang sebagai imbalan atau upah. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK). Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya. Di Indonesia pelacur sebagai pelaku prostitusi atau pelacuran sering disebut sebagai sundal. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat buruk, hina dan menjadi musuh masyarakat. Pelacur dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga sering diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau. ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas.
- Beberapa Pandangan-pandangan Mengenai Pelacuran
1. Pandangan Agama KristenAgama Kristen menyamakan penyembahan terhadap dewa-dewa lain selain kepada Allah sebagai pelacuran. Gambaran ini dapat ditemukan di dalam kitab Nabi Yehezkiel ps. 23 dan kitab Nabi Hosea (1:2-11). Alkitab juga secara jelas menunjukan bahwa masalah pelacuran memang telah ada sejak lama bahkan dalam suatu perumpamaan, Tuhan Yesus pernah menyinggung mengenai masalah ini. Di masa Perjanjian Baru, khususnya di masa Yesus ini, masyarakat cenderung menganggap negatif perlakuan pelacuran karena itu orang baik-baik biasanya tidak mau bergaul dengan mereka bahkan menjauhkan diri dari orang-orang seperti itu. Namun demikian Yesus digambarkan dekat dengan orang-orang yang disingkirkan oleh masyarakat seperti para pelacur, pemungut cukai, dll. Injil Matius melukiskan demikian: "Kata Yesus kepada mereka: 'Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah'." (Matius 21:31). Hal ini bukanlah tanda bahwa Yesus menyetujui pelacuran tapi sikap Yesus kepada para perempuan sundal yang percaya kepada pemberitaan mengenai Dia. Ada pula kisah tentang Rahab, seorang pelacur bangsa Yerikho yang menyelamatkan dua orang mata-mata yang dikirim Yosua untuk mengintai kekuatan Yerikho (Yosua 2:1-14). Dalam kisah ini, Rahab dianggap sebagai pahlawan, dan kerana itu ia diselamatkan sementara seluruh kota Yerikho hancur ketika diserang oleh tentara Israel yang dipimpin oleh Yosua. Kitab Yosua mengisahkan demikian: "Demikianlah Rahab, perempuan sundal itu dan keluarganya serta semua orang yang bersama-sama dengan dia dibiarkan hidup oleh Yosua. Maka diamlah perempuan itu di tengah-tengah orang Israel sampai sekarang, kerana ia telah menyembunyikan orang suruhan yang disuruh Yosua mengintai Yerikho." (Yosua 6:25).· Pelacuran dalam Perjanjian LamaDalam Perjanjian Lama kata yang lazim digunakan untuk pelacuran adalah zanah…dalam bahasa Inggris dipakai kata harlot yang artinya “berzinah, pelacur, sundal”. Pelacuran sudah dikenal sejak zaman Israel Kuno, hal ini dapat kita lihat dalam Kejadian 38:15, Hakim-hakim11:1. Pelacuran juga ditemukan di Kanaan (Yos.2:1), di negeri Filistin (Hak. 16:1) dan di negeri lain (Amsal 2:16;29:3). Pemakaian kata zanah ditujukan kepada seseorang yang melakukan hubungan seksual di luar perjanjian hubungan pernikahan. Segala bentuk hubungan seksual seorang perempuan atau laki-laki di luar perkawinan yang terikat, maka disebut juga perzinahan. Sebenarnya kata zanah memiliki beberapa arti yakni, berzinah dengan maksud melambangkan ketidaksetiaan umat Israel kepada Yahwe dan berpaling dari padanya dan menyembah ilah lain (Ba’al) (Imamat 17:7;20:5; 2 Tawarikh 21:11,13). Nabi Hosea bahkan menggambarkan hubungan antara bangsa Israel dengan Yahwe sebagai hubungan suami/istri dimana istrinya (Israel) berzinah dengan ilah-ilah lain. Allah tidak menyukai perbuatan bangsa Israel yang tidak setia pada perjanjian kesetiaan antara Allah dengan bangsaNya. Di pihak lain istilah zanah juga dipakai untuk menyatakan hubungan seksual di luar perkawinan dan pemujaan di luar perjanjian (Bil. 25:1;Hos.4:13). Berpaling dari Yahwe dihubungkan juga dengan pemujaan terhadap dewi kesuburan di kota Kanaan (agama orang-orang Kanaan) yang disebut dengan pelacur suci. Di dalam tradisi Kanaan merupakan hal yang umum melakukan hubungan seksual di luar perkawinan asalkan hubungan seks tersebut dilakukan kepada dewa-dewa kesuburan dengan harapan ada imbalan bagi perempuan yang melakukan hubungan seks dengan dewa yakni upah pekerjaan mereka berlipat ganda. Para perempuan ini disebut sebagai “q’dheshah” yaitu pelacur suci. Kisah tertua tentang pelacuran dalam Alkitab dapat kita pelajari dari Kej. 38:12-30 yang berpusat pada 2 karakter anak manusia yakni seorang perempuan muda yang bernama Tamar dan mertuanya Yehuda yakni salah satu dari 12 anak-anak Yakub yang merupakan keturunan bapa leluhur Israel yaitu Abraham. Kisah Yehuda dan Tamar ini terjadi sekitar abad 17 SM yang dikisahkan melalui kisah yang berulang-ulang sebelum akhirnya dituliskan. Yehuda setelah ditinggal mati istrinya, akhirnya mengakhiri masa berkabungnya dengan pergi ke tempat pengguntingan bulu domba di kota Timna. Adapun Tamar adalah menantunya yang juga telah ditinggal mati suaminya yaitu anak-anak Yehuda. Tamar menikahi anak pertama Yehuda yaitu Er. Er meninggal lau digantikan oleh Onan namun Onan juga mati, lalu Yehuda menjanjikan anaknya Syela untuk Tamar. Janji ini belum terpenuhi ketika Yehuda menyuruh Tamar kembali kepada orang tuanya. Tamar kecewa dengan tindakan Yehuda karena dia ingin memiliki keturunan dari keluarga Yehuda untuk meyakinkan statusnya. Ketika Tamar mendengar bahwa mertuanya pergi ke kota Timna, dia lalu menyamar menjadi seorang pelacur. Adapun kota Timna adalah kota pelacuran, di kota ini banyak ditemukan pelacuran di kuil-kuil sebagai tradisi yang melekat dari orang-orang Kanaan. Dengan menanggalkan pakaian berkabungnya dan memakai telekung supaya mertuanya tidak mengenalinya Tamar pergi ke Timna. Antara Yehuda dan Tamar terjadi tawar-menawar bayaran sebelum mereka melakukan perzinahan. Dari hasil incest tersebut Tamar mengandung dan Yehuda mempertanggung jawabkanya. Pelacuran Tamar mempunyai tujuan agar ia memiliki kepastian atas haknya yang sah dari keluarga Yehuda. Sedangkan Yehuda datang ke pelacuran demi memuaskan nafsu birahinya dan untuk itu dia memberi imbalan kepada perempuan yang bekerja sebagai pemuas nafsu seksnya. Meskipun pelacuran atau perzinahan yang dilakukan keduanya telah mengakibatkan incest karena Tamar masih terikat perkawinan dengan Syela namun Yehuda dapat menerima Tamar dan anak-anak yang dikandungnya menjadi anak-anaknya.· Pelacuran dalam Perjanjian BaruDalam Perjanjian Baru istilah “mikhenein” mempunyai pengertian zinah beberapa kali dipakai untuk menjelaskan perbuatan atau hubungan seks antara seorang laki-laki yang sudah beristri dengan seorang perempuan yang sudah bersuami (Mat. 5:27;19:18; Mrk. 10:19; Luk. 18:20; Rm. 13:9). Kata yang berbeda dengan pengertian yang sama yaitu “phorneiai” yang artinya juga berzinah atau percabulan. Kata ini yang digunakan untuk menerangkan pelacuran yang tentunya berhubungan erat dengan zinah (Mat. 15:19;19:9; 1Kor. 6:15). Larangan-larangan untuk berzinah dan melakukan percabulan di Perjanjian Baru dilatar belakangi dari pengaruh tradisi-tradisi Yunani yang biasa melakukan pelacuran. Masyarakat primitif Yunani menerima para musafir yang menetap sementara dengan suguhan perempuan-perempuan terlatih untuk memuaskan nafsu seks para musafir tersebut tentunya dengan memberi bayaran yang tinggi. Bayaran mereka dipungut oleh pejabat tertentu, setelah mengadakan potongan keamanan dan biaya pelestarian usaha, barulah sisanya yang sebagian kecil diserahkan kepada para perempuan tersebut. Hal-hal inilah yang melatar belakangi Paulus menasehati jemaatnya untuk tidak hidup dan terpengaruh dalam percabulan (1 Kor. 6:12-20).2. Pelacuran dalam Pandangan Agama IslamPelacuran dalam Agama Islam juga disebut dengan zina, zina termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dilihat dari urutan penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq(benar), Allah berfirman: “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan: 68). Imam Al-Qurthubi mengomentari, “Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah kufur selain membunuh tanpa alasan yang dibenarkan dan zina.” (lihat Ahkaamul Quran, 3/200). Dan menurut Imam Ahmad, perbuatan dosa besar setelah membunuh adalah zina. Islam melarang dengan tegas perbuatan zina karena perbuatan tersebut adalah kotor dan keji. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, seorang ulama besar Arab Saudi, berkomentar: “Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya”. (lihat tafsir Kalaam Al-Mannan: 4/275). Oleh karena itu, Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina dengan hukuman cambuk seratus kali bagi yang belum nikah dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang menikah.3. Pandangan Agama HinduDalam pandangan umat Hindu pelacuran sangat sangat dilarang, karena dalam Hindu, tubuh wanita itu ibarat susu kehidupan bagi generasi keberikutnya, mereka yang memperjual belikan susu kehidupan dalam pandangan hindu hukumnya adalah kutukan seumur hidup. Dalam weda sendiri yang merupakan kitab suci umat hindu pelacuran disebutkan sebagai sesuatu yang selain dipantangkan juga akan mendapatkan kutukan sebanyak 7 turunan.BAB IIIPENUTUP
- Kesimpulan
Pelacuran adalah suatu masalah kehidupan yang serius, meskipun berbagai hal dilakukan untuk mengantisipasi makin berkembangnya masalah ini tetapi para konsumen dari jasa seksual selalu hadir dan mengundang adanya tanggapan dari kemauan yang telah dianggap sebagai kebutuhan ini. Kami kelompok melihat bahwa masalahnya bukan ada pada perkembangan penjualan jasa seksual yang kini makin nyata dan terbuka ditengah publik tetapi justru pada kebutuhan pasar akan hal ini yang semakin sulit dihilangkan. Dapat dikatakan bahwa berbagai penyebab seperti ketidakpuasan dalam pernikahan dan coba-coba bagi anak muda yang belum mengenal pernikahan ditengarai menjadi penyebab meningkatnya kebutuhan akan wanita pelacur. Hal lainnya adalah karena suatu penyakit seks yang tidak terobati sehingga ada keinginan untuk melakukan hubungan seks meskipun harus membayar secara khusus dengan harga yang beragam. Sementara itu dilihat dari sisi wanita pelacur, dapat di simpulkan bahwa sebagai wanita yang berhak hidup dengan pilihannya maka jelas adalah hal yang salah jika melacur menjadi sebuah pilihan dalam hidup seperti dalam kasus L. Tujuan yang baik dan hasil yang sesuai tujuan sekalipun bukanlah alasan untuk dapat melacurkan diri karena tindakan ini adalah tindakan bodoh dan merugikan diri sendiri serta bertentangan dengan norma agama dan adat istiadat.
- Saran
Wanita pelacur adalah sesama kita yang berhak mendapatkan perlakuan manusiawi karena mereka juga adalah makhluk ciptaan yang mungkin saja khilaf dalam bertindak. Keberpihakan itu tidak berarti kita harus menghalalkan pelacuran, tetapi saran kami kelompok adalah kita mencoba memberi nuansa pendekatan yang berperikemanusiaan. Sekarang sudah saatnya semua pihak, termasuk birokrat, peneliti, akademisi, agamawan, dan praktisi, duduk bersama dan berusaha menemukan solusi efektif untuk menyelesaikan masalah prostitusi. Kita tidak perlu menangani isu ini dengan sikap yang terlalu emosional dan bertindak melebihi hakim tetapi sebagai manusia yang hidup dengan berbagai kebutuhan, kita akan selalu diperhadapkan dengan pilihan termasuk dalam memenuhi kebutuhan itu. Kita harus secara serius membicarakan masalah lain yang juga menentukan kasus pelacuran, misalnya dalam hal kemiskinan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan. Pelacuran adalah sebuah tanda ketidakmampuan untuk mengahadapi kerasnya hidup walau ada yang memang telah menjadikan dunia ini sebagai tempat mencari uang atau ladang usaha. Kami kelompok menyadari bahwa terkadang manusia cenderung berpikir secara cepat dalam mengahadapi tekanan hidup tetapi adalah sangat tepat jika kita sebagai warga gereja juga melihat dalam kacamata iman pada pengaharapan akan Allah yang memelihara kita umat ciptaan-Nya dan memaksimalkan setiap potensi dan kemampuan secara aktif dalam hidup. Sebuah perkataan ‘ora et labora’ jelas meganjurkan hidup bergantung pada Allah tapi juga mau bekerja sesuai kemampuan dan jelas harus halal.
Kamis, 30 Oktober 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Verse Kumenyembah dalam kudus hadiratMu Hampiri tahta kasih karuniaMu Bapa Kekuatanku hanya dalam HadiratMu Yesusku hanya Kau...
-
NO Judul Khotbah ILUSTRASI KHOTBAH 1. Air Yang Menyegarkan Pada musim kemarau m...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar